Selasa, 03 Desember 2013

Apakah Perpustakaan Melanggar Hak Cipta....???



Tidak dapat dipungkiri, perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi telah berpengaruh terhadap berbagai aspek kehidupan manusia. Salah satunya adalah bagaimana cara manusia untuk mewujudkan ide serta gagasannya ke dalam bentuk suatu karya ciptaan yang nyata. Karya-karya tersebut akhirnya melahirkan sebuah hak yang mengatur penggunaan, perlakuan, pelanggaran serta penyelesaian sengketa atasnya. Hak tersebut disebut sebagai hak cipta. Perpustakaan sebagai institusi yang mempunyai peranan penting dalam menyebarluaskan informasi dan ilmu pengetahuan, juga memiliki peranan penting dalam hak cipta tersebut. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam sebuah perpustakaan sangat erat kaitannya dengan mempublikasikan, melestarikan, memilihara serta merawat sebuah karya serta ciptaan, selain itu perpustakaan juga mendukung upaya penegakaan hak cipta serta pencegahan pelanggaran terhadap hak cipta.

Dalam kehidupan modern yang ditandai dengan perkembangan dan persebaran informasi yang begitu cepat, dan di dalamnya terdapat peran perpustakaan yang signifikan yang berkaitan yang berhubungan dengan sebuah ciptaan yang telah berhak cipta maupun yang belum. Peranan-peranan tersebut antara lain :
  1. Mengumpulkan karya cipta dari para pencipta yang merupakan sebuah informasi bagi para pemustaka
            Kegiatan perpustakaan dalam mengumpulkan karya-karya hasil ciptaan para pencipta baik yang telah berhak cipta maupun yang belum berhak cipta bertujuan agar karya-karya tersebut tidak hilang di waktu yang akan datang sehingga apabila suatu saat diperlukan maka karya-karya tersebut dapat digunakan sebagaimana mestinya. Pengumpulan tersebut juga sebagai usaha sebuah perpustakaan untuk dapat memenuhi kebutuhan para pemustaka atas informasi yang terkandung dalam karya-karya hasil ciptaan tersebut. Mengumpulan informasi-informasi dalam suatu karya cipta dapat dilakukan dengan cara pembelian terhadap karya tersebut, pembelian hak cipta atas karya tersebut, silang layan antar perpustakaan (pertukaran koleksi), penggandaan dan memperbanyak karya cipta tersebut serta alih bentuk atas suatu karya cipta.

  1.  Melestarikan, memelihara dan merawat karya cipta
            Peran ini didorong beberapa faktor antara lain karena karya cipta tersebut dipakai oleh banyak orang, karena usia karya cipta tersebut atau karena berbagai hal. Kegiatan melestarikan, memelihara serta merawat sebuah karya cipta bertujuan agar karya tersebut tetap dalam keadaan baik, utuh, layak pakai dan tidak lekas rusak, sehingga apabila suatu saat informasi dalamnya dibutuhkan oleh pengguna perpustakaan secara khusus maupun masyarakat pada umumnya maka perpustakaan dapat memenuhinya.


  1. Menyediakan dan menyajikan karya cipta

            Peranan ini bertujuan agar kebutuhan pemakaian atas informasi yang ada di sebuah karya cipta terpenuhi. Karya-karya cipta yang telah dikumpulkan, kemudian diolah, selanjutnya akan disediakan dan disajikan bagi pemakaianya sehingga informasi di dalamnya siap untuk dipergunakan dan diberdayakan oleh pemakainnya.
            Dalam kaitannya dengan karya cipta yang telah berhak cipta, perpustakaan pun juga mempunyai peranan sebagai tempat untuk menyerahterimakan dan menyimpan karya ciptaan serta merupakan sebagai sarana pendidikan bagi khalayak umum tentang hak cipta.
  1. Sebagai tempat serah simpan karya cipta
            Di berbagai negara, pencipta dan / atau pemegang hak cipta tidak hanya memiliki hak-hak terkait dengan hak cipta, mereka juga mempunyai kewajiban untuk menyerahkan karya ciptaannya kepada perpustakaan nasionalnya. Di Indonesia peraturan yang mengatur tentang serah simpan karya cipta diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah – Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam. Di dalam pasal 2 undang-undang tentang serah – simpan karya cetak dan karya rekam menyebutkan bahwa setiap penerbit yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia, wajib menyerahkan 2 (dua) buah cetakan dari setiap judul karya cetak yang dihasilkan kepada Perpustakaan Nasional dan sebuah kepada Perpustakaan Daerah di ibu kota propinsi yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah diterbitkan. Kemudian menyangkut karya rekam, dalam pasal 3 nomor 1 menyebutkan bahwa setiap pengusaha rekaman yang berada di wilayah Negara Republik Indonesia wajib menyerahkan sebuah rekaman dari setiap judul karya rekam yang dihasilkan kepada Perpustakaan Nasional dan sebuah kepada Perpustakaan Daerah yang bersangkutan selambat-lambatnya 3 (tiga) bulan setelah proses rekaaman selesai. Dari dua pasal di atas sudah sangatlah jelas, bila ditinjau secara umum semua karya cetak dan karya rekam yang ada di Indonesia harus diserahkan kepada perpustakaan setidak-tidaknya kepada Perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah.
            Pada dasarnya kewajiban serah simpan karya cetak dan karya rekam bertujuan untuk menghimpun, melestarikan dan mendayagunakan karya intelektual untuk terciptanya koleksi nasional yang lengkap di masa yang akan datang. Pembangunan nasional pada hakikatnya adalah pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan masyarakat Indonesia seluruhnya sebagai pengamalan Pancasila, meliputi pembangunan materiil dan spiritual dengan segala seginya. Maka salah satu upaya yang perlu diwujudkan adalah pelestarian dan pemanfaatan hasil karya budaya bangsa. Pemanfaatan ini khususnya dalam pembangunan pendidikan, penelitian, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta penyebaran informasi.
            Karya cetak yang wajib diserahkan kepada Perpustakaan Nasional atau Perpustakaan Daerah menurut Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 1991 terdiri dari :
1.      Buku fiksi.
2.      Buku nonfiksi.
3.      Buku rujukan.
4.      Karya artistik.
5.      Karya ilmiah yang dipublikasikan.
6.      Majalah.
7.      Surat kabar.
8.      Peta.
9.      Brosur.
10.  Karya cetak lain yang ditetapkan oleh Kepala Perpustakaan Nasional.
            Karya rekam yang wajib diserahkan kepada perpustakaan Nasional dan Perpustakaan Daerah menurut pasal 10 peraturan pemerintah di atas terdiri atas karya intelektual dan / atau artistik yang direkam dan digandakan dalam bentuk pita atau piringan, seperti film, kaset audio, kaset video, video disk, piringan hitam, disket dan bentuk lain sesuai dengan perkembangan teknologi.
            Pelaksanaan kegiatan serah simpan yang dikelola perpustakaan dilakukan dalam kegiatan pengembangan, pendayagunaan, pembinaan perpustakaan serta pengelolaan dan penataan arsip. Termasuk juga di dalamnya merawat koleksi perpustakaan dan arsip, melaksanakan pelayanan perpustakaan, menerbitkan bahan-bahan rujukan perpustakaan, pembinaan perpustakaan umum, pendataan berbagai jenis perpustakaan serta pelaksanaan pendidikan dan pelatihan teknis perpustakaan, pengolahan dan pengelolaan arsip-arsip masuk.

  1. Melindungi Hak Cipta atas Suatu Karya
            Perpustakaan sebagai sebuah lembaga dapat berperan sebagai lembaga pendidikan nonformal bagi anggota masyarakat dan pemakainya. Mereka dapat belajar secara mandiri, melakukan penelitian, menggali, memanfaatkan dan mengembangkan sumber informasi dan ilmu pengetahuan. Selain itu perpustakaan juga dapat berperan sebagai pemimbing dan memberikan konsultasi kepada pemakai atau melakukan pendidikan pemakai, dan pembinaan serta menanamkan pemahaman tentang pentingnya perpustakaan bagi orang banyak.
            Dalam kaitannya dengan hak cipta, perpustakaan dapat menyisipkan teknik-teknik pembuatan karya cipta seperti teknik penulisan di dalam kegiatan pendidikan pemakai. Hal ini dimaksudkan agar para pemakainya lebih termotivasi dan makin produktif dalam menciptakan karya-karya cipta yang baru tanpa melanggar hak cipta suatu karya yang telah ada terlebih dahulu. Sejalan dengan kegiatan tersebut, dalam kegiatan pendidikan pemakai perlu ditambahkan pula materi tentang hak cipta, apa itu hak cipta, karya apa saja yang dihakciptakan, siapa yang memegang hak cipta, pelanggaran hak cipta serta hal-hal lain yang berhubungan dengan hak cipta. Pemberian materi ini dilakukan dengan maksud bahwa pemakai mengetahui dan paham tentang arti pentingnya hak cipta sehingga mereka tidak melakukan pelanggaran hak cipta. Selain itu, karena banyak pemakai perpustakaan yang menggunakan foto kopi untuk penggandaan buku, maka perpustakaan perlu memberikan penjelasan lebih lanjut bagi pemakainya melalui pengumuman tertulis pada layanan foto kopi bahwa pembuat foto kopi adalah orang yang bertanggung jawab atas segala akibat yang timbul dari proses foto kopi koleksi perpustakaan. Jadi, bukan perpustakaan yang bertanggung jawab.
            Kedua peran perpustakaan di atas secara tidak langsung telah mendukung upaya untuk mencegah terjadinya pelanggaran terhadap hak cipta. Pelanggaran hak cipta seperti pembajakan dan plagiasi dapat hilang setidaknya dapat diminimalisir yang dimulai dalam diri perpustakaan itu sendiri, ditularkan ke panggunanya dan diharapkan dapat meluas ke dalam masyarakat. Dengan demikian pengarang atau penulis makin termotivasi untuk berkreasi, tidak takut lagi karyanya hanya menjadi bahan bajakan dan plagialisme. Dan tentunya perpustakaan dapat memberikan pelayanannya secara prima serta dapat dijadikan teladan bagi pemakainya.
 


        Kegiatan-kegiatan di perpustakaan sangat berhubungan dengan bagaimana cara pemenuhan kebutuhan para pemakaiannya terhadap akses informasi. Kegiatan tersebut beresiko melanggar hak cipta. Maka perlu adanya pembinaan secara berkala dan menyeluruh kepada pemustaka maupun institusi pengelola perpustakaan tentang hak cipta. Sebagai contoh terdapat satu buku yang langka dan sangat dibutuhkan oleh pemustaka, untuk memenuhi kebutuhan tersebut biasanya perpustakaan kemudian akan memfotokopinya, sedangkan kegiatan memfoto kopi atau menggandakan sebuah karya cipta yang berhak cipta melanggar Undang-Undang Hak Cipta. Kegiatan memfotok opi atau menggandaan atas suatu karya cipta yang dilakukan perpustakaan biasanya dilakukan karena berbagai faktor, antara lain terbatasnya karya cipta tersebut, sulitnya karya tersebut dicari, mahalnya karya cipta tersebut dan berbagai faktor lainnya.
            Sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 pada Pasal 15 huruf e, menyebutkan bahwa dengan syarat bahwa sumbernya harus disebutkan atau dicantumkan, tidak dianggap sebagai pelanggaran Hak Cipta : Perbanyakan suatu ciptaan selain program komputer, secara terbatas dengan cara atau alat apa pun atau proses yang serupa oleh perpustakaan umum, lembaga ilmu pengetahuan dan pendidikan dan pusat dokumentasi yang nonkomersial semata-mata untuk keperluan aktivitasnya”. Dengan demikian kegiatan memfoto kopi yang dilakukan perpustakaan bukanlah termasuk dalam kategori praktek pelanggaran hak cipta. Namun, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan yaitu perbanyakan tersebut dilakukan secara terbatas, misalnya saja dalam satu jurnal pemakai hanya diperbolehkan memfoto kopi satu artikel. Tidak bertujuan untuk komersial, misalnya sebuah perpustakaan melakukan penggandaan sebuah karya cetak hanya untuk memenuhi kebutuhan pemakaianya atas informasi dan ilmu pengetahuan dalam karya cipta tersebut. Dikatakan pelanggaran hak, jika hasil foto kopian tersebut dijual oleh perpustakaan demi tujuan memperoleh keuntungan atau laba dari kegiatan jual beli tersebut.
            Sama seperti dengan karya cetak, perbanyakan karya-karya rekam yang dilakukan oleh perpustakaan tidak melanggar hak cipta. Namun, berbagai aspek juga harus diperhatikan dalam kegiatan tersebut. Mulai adanya pembatasan jumlah kopian karya rekam yang diperbanyak serta tidak adanya tujuan komersial dalam proses tersebut. Terkait dengan program-program komputer yang berlisensi, salah satu solusi agar pemakai dapat mengunakannya, maka perpustakaan harus membeli lisensi atas program-program tersebut. Hal ini tentunya harus didukung dengan biaya operasional perpustakaan yang tinggi. Karena untuk membeli lisensi sebuah program komputer perpustakaan harus mengeluarkan biaya yang relatif besar.
            Perkembangan dalam bidang teknologi informasi dan teknologi komunikasi memungkinkan perpustakaan mengadakan kegiatan alih media karya cipta, atau sering disebut digitalisasi. Kegiatan alih media tersebut biasanya dilakukan kepada karya cetak kemudian dialihmediakan menjadi digital. Hal ini dilakukan sebagai upaya untuk melestarikan, memelihara dan merawat karya-karya cetak yang ada di perpustakaan yang biasanya telah berumur “tua” namun masing sering digunakan pemakainya. Namun perlu diperhatikan pula bahwa kegiatan alih media tersebut tidak melanggar hak-hak terkait hak cipta atas karya. Apabila mendatangkan keuntungan bagi perpustakaan maka hak ekonomi atas karya cetak tersebut dilanggar. Dan dikatakan melanggar hak moral karena proses alih media merubah bentuk dari tercetak menjadi format digital. Dengan kata lain merusak integritas bentuk karya tersebut.
            Untuk meminimalisir pelanggaran tersebut terdapat beberapa strategi yang dapat ditempuh perpustakaan dalam proses alih media karya cetak, antara lain :
  1. Perpustakaan dapat melakukan alih media koleksi yang belum memiliki label hak cipta yang dilambangkan dengan tanda ©, atau karya yang masa berlaku hak ciptanya telah berakhir.
  2. Jika memenuhi anggaran, perpustakaan dapat membeli hak cipta suatu karya dari penerbit sehingga perpustakaan mendapat langsung softcopy­-nya. Tentunya dengan harga yang disesuaikan karena perpustakaan termasuk lembaga nonkomersial.
  3. Perpustakaan dapat mengirimkan surat kepada pengarang, penerbit atau pemegang hak cipta agar memberikan izin kepada perpustakaan untuk mengalihmediakan karyanya.
  4. Perpustakaan dapat membuat perjanjian dengan para peneliti atau penulis yang sering memberikan sumbangan laporan penelitian, makalah atau publikasi lainnya yang berisi peneliti atau penulis tersebut memberikan izin kepada perpustakaan untuk mengalihmediakan hasil karyanya.
Pada file hasil alih media, perpustakaan dapat menentukan jenis file yang tidak mungkin diubah-ubah atau diedit oleh pemakai. Salah satunya dengan menggunakan format PDF.

DAFTAR PUSTAKA

Pradipta, Syauzul Wisda dan Drs. Aan Permana, MM. (2012). Jurnal Ilmu Perpustakaan, 1 (1), 2012 : Upaya Penerapan Hak Cipta terhadap Pemanfaatan Koleksi bukan Buku di Perpustakaan Daerah Provinsi Jawa Tengah. Semarang : Universitas Diponegoro
Redaksi. Etika Profesi Pustakawan dan Hak Cipta, diambil http://duniaperpustakaan.com/blog/2011/10/11/etika-profesi-pustakawan-terkait-hak-cipta/, diakses 29 Oktober 2013, pukul 14.43
Suhyoko, Okgani, S.S. Perpustakaan, Antara dan Melanggar Hak Cipta, dalam http://www.pustakawan.pnri.go.id/uploads/journal/submission/24/6-tulisan-2---hak-cipta.doc, diakses 29 Oktober 2013, pukul 14.155
Suryahartati, Dwi, SH, M.Kn. Peran Perpustakaan Wilayah dalam Penegakan Hukum HAKI (Telaah Normatif Perspektif Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, dalam http://dwisuryafh.wordpress.com/2011/06/14/peranan-perpustakaan-dalam-penegakan-hukum-haki/, diakses 29 Oktober 2013, pukul 14.36. Jambi : Universitas Jambi
Sutarno N.S. (2006). Perpustakaan dan Masyarakat Edisi Revisi. Jakarta : CV. Sagung Setyo.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah – Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam
Undang-Undang Repulik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 70 Tahun 1991 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1990 tentang Serah – Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam.
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar